SERIE A

Peta Gaji Pemain Serie A: Juventus Dominasi, Milan Lebih Merata

Peta Gaji Pemain Serie A: Juventus Dominasi, Milan Lebih Merata
Peta Gaji Pemain Serie A: Juventus Dominasi, Milan Lebih Merata

JAKARTA - Struktur gaji di Serie A musim terbaru memperlihatkan bagaimana kekuatan finansial klub-klub papan atas Italia disusun. Dari daftar yang dirilis oleh Calcio e Finanza, terlihat jelas bahwa Juventus masih menjadi tim dengan beban gaji tertinggi, sementara AC Milan menampilkan strategi berbeda dengan distribusi yang lebih merata di antara para pemainnya.

Fenomena ini membuka gambaran menarik mengenai dinamika keuangan di Serie A, sekaligus menyoroti bagaimana klub-klub besar mengelola sumber daya mereka. Tidak hanya soal siapa yang dibayar paling mahal, tetapi juga bagaimana klub menyusun strategi agar keuangan tetap stabil di tengah persaingan yang ketat.

Vlahovic Jadi Simbol Kekuatan Finansial Juventus

Nama Dusan Vlahovic kembali mencuat dalam laporan gaji tersebut. Penyerang asal Serbia ini menjadi pemain dengan penghasilan tertinggi di Serie A, yakni €12 juta bersih per tahun. Angka itu menegaskan posisi Juventus sebagai salah satu klub yang berani menggelontorkan dana besar untuk mempertahankan bintangnya.

Di bawah Vlahovic, terdapat Lautaro Martinez dari Inter Milan yang mendapatkan gaji €9 juta per musim. Perbandingan ini memperlihatkan adanya jurang yang cukup lebar antara dua pemain teratas dengan pemain lain di liga. Kesenjangan ini seakan menunjukkan bahwa hanya segelintir pemain yang bisa menikmati nilai kontrak fantastis di Italia.

AC Milan Andalkan Distribusi Gaji Lebih Seimbang

Berbeda dengan Juventus, AC Milan memilih untuk tidak menempatkan satu pemain di puncak daftar dengan gaji selangit. Sebaliknya, mereka menerapkan sistem yang lebih merata.

Tiga nama yang menduduki posisi teratas di Milan memiliki gaji sama, yaitu Adrien Rabiot, Christopher Nkunku, dan bintang utama klub Rafael Leao. Ketiganya menerima €5 juta bersih per musim, angka yang dianggap cukup tinggi namun tidak mendominasi struktur gaji tim.

Di bawah trio tersebut, beberapa pemain kunci seperti Ismaël Bennacer, Ruben Loftus-Cheek, Divock Origi, dan Christian Pulisic menerima gaji €4 juta. Sementara Luka Modric dan Fikayo Tomori mendapat €3,5 juta, serta Youssouf Fofana dengan €3 juta.

Kebijakan ini memperlihatkan bahwa Milan mencoba menjaga keseimbangan agar tidak ada kesenjangan ekstrem antar pemain, sekaligus memastikan stabilitas finansial tetap terjaga.

Kasus Origi, Beban Finansial yang Mengganggu

Meski secara umum strategi Milan cukup terkendali, ada satu kasus yang menimbulkan tanda tanya besar, yaitu Divock Origi. Striker asal Belgia ini masuk jajaran pemain dengan gaji tertinggi di klub, yakni €4 juta per musim.

Yang mengejutkan, Origi sebenarnya sudah lama tidak menjadi bagian dari rencana tim. Ia bahkan tidak pernah bermain untuk Milan sejak musim 2022–23. Keberadaannya di daftar gaji membuat banyak pihak menilai klub sedang menanggung beban yang seharusnya bisa dihindari.

Situasi ini juga menimbulkan kesan bahwa Milan perlu segera melakukan langkah strategis untuk melepaskan pemain yang tidak produktif namun tetap menguras anggaran. Upaya mengeluarkan Origi dari skuad sejauh ini belum berhasil, menjadikannya salah satu pekerjaan rumah terbesar bagi manajemen.

Keseimbangan Finansial di Tengah Kompetisi

Jika dibandingkan dengan Juventus, Milan memang tampak lebih berhati-hati dalam mengatur struktur gaji. Juventus berani menaruh angka besar pada satu pemain kunci seperti Vlahovic, namun Milan lebih mengutamakan pemerataan. Strategi ini mungkin tidak mencolok, tetapi bisa dianggap lebih berkelanjutan.

Namun, laporan ini juga memperlihatkan bagaimana klub-klub Serie A masih menghadapi tantangan besar. Untuk bersaing di level Eropa, mereka perlu memiliki pemain-pemain kelas dunia. Sementara itu, menjaga neraca keuangan tetap sehat juga tidak kalah penting, terutama di tengah regulasi finansial yang semakin ketat.

Implikasi bagi Masa Depan

Struktur gaji yang ditampilkan oleh Calcio e Finanza sejatinya lebih dari sekadar daftar angka. Data tersebut mencerminkan arah kebijakan klub dalam beberapa tahun ke depan. Juventus jelas ingin mempertahankan daya tarik dengan pemain bintang, sementara Milan mencoba menekankan keseimbangan dan efisiensi.

Kasus Divock Origi menjadi peringatan bahwa kesalahan dalam rekrutmen bisa berdampak panjang. Beban finansial akibat kontrak pemain yang tidak sesuai kontribusi bisa mengganggu fleksibilitas klub di bursa transfer.

Sementara itu, Inter Milan yang menempatkan Lautaro di urutan kedua daftar gaji liga, menunjukkan ambisi mereka untuk terus menjaga kualitas tim dengan mempertahankan bintang utama.

Gambaran struktur gaji di Serie A saat ini menunjukkan perbedaan filosofi antar klub besar. Juventus dengan pendekatan “bintang tunggal” yang dibayar mahal, Milan dengan model distribusi yang lebih rata, dan Inter yang menyeimbangkan antara mempertahankan bintang dan menjaga stabilitas.

Meski begitu, satu hal tetap sama: keberhasilan mengelola gaji pemain akan sangat menentukan daya saing tim dalam jangka panjang. Dengan adanya kasus seperti Origi di Milan, jelas bahwa setiap klub harus lebih cermat dalam mengatur kontrak agar tidak terjebak pada beban finansial yang tidak produktif.

Serie A memang terus menjadi panggung drama, tidak hanya di lapangan, tetapi juga di balik layar melalui angka-angka gaji yang fantastis.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index